* * * Selamat Datang di CIHCS Blog (Pintar bersama, Kaya Bersama) * * * Selamat Datang di CIHCS Blog(Pintar bersama, Kaya Bersama) * * * Selamat Datang di CIHCS Blog (Pintar bersama, Kaya Bersama) * * * Selamat Datang di CIHCS Blog (Pintar bersama, Kaya Bersama * * *

Sabtu, 30 Juni 2012

SEJARAH PUN AKRAB DENGAN APLIKASI

“Less talk, do more !” (Sedikit teori, banyak aplikasi!) merupakan istilah yang sudah akrab di kalangan mahasiswa. Terutama bagi mahasiswa yang menggeluti ilmu-ilmu eksak, tentu lebih memprioritaskan aplikasi daripada teori. Demikian pula dalam bidang ilmu Sejarah, meskipun banyak yang beranggapan bahwa mata kuliah Sejarah lebih mengedepankan teori daripada aplikasi, tapi hal tersebut belum tentu sepenuhnya benar.
Sejarah sebagai rumpun ilmu social memang menjadi alasan banyaknya teori yang dikedepankan, tapi bukan berarti bahwa sejarah menekankan teori dan kosong aplikasi. Hal tersebut terbukti dengan sering dilakukannya praktek lapangan oleh mahasiswa SPI (Sejarah dan Peradaban Islam) UIN Sunan Gunung Djati Bandung pada setiap pertengahan dan akhir semester. Mereka ditugaskan untuk meneliti hal-hal kesejarahan yanga ada di lingkungan masyarakat. Karena focus ilmu Sejarah adalah mengkaji hasil kebudayaan manusia masa lampau, maka kajiannya pun berupa peninggalan-peninggalan Sejarah, baik itu artefak, ekofak, maupun feature.
Praktek lapangan dilakukan supaya mahasiswa yang bergelut dalam bidang Sejarah tidak hanya akrab dengan teori, tapi juga mahir aplikasi. Banyak mata kuliah utama jurusan SPI yang memprioritaskan praktek lapangan, seperti Sejarah Kebudayaan Indonesia, Sejarah Islam Indonesia, Museulogi, Arkeologi, dan lain-lain. Adanya praktek-praktek lapangan tersebut tentu akan menghapus anggapan bahwa belajar Sejarah seperti mendengarkan dongeng karena penuh dengan teori.
Selain itu pula, dengan berhadapan langsung dengan alam, mahasiswa akan mengetahui hal yang sebenarnya disuguhkan alam dan peninggalannya. Alam akan mengajarkan manusia tentang kehidupan manusia di masa lampau. Dengan demikian, mahasiswa akan mengambil pelajaran yang akan didapatkan melalui pengkajian hasil budaya masa lampau untuk memperbaiki kehidupan manusia di masa yang akan datang. Sebagaimana salah satu pemikiran Jules Michelet bahwa “History is unity live” (Sejarah adalah persatuan kehidupan), yakni Sejarah masa lalu akan dijadikan pijakan untuk masa sekarang yang sedang kita jalani, dan masa depan yang akan kita tempuh.
“Less talk, do more!” juga harus diperhatikan oleh mata kuliah lain yang mempunyai peluang untuk bisa mengaplikasikan teori. Jadi, tidak hanya akrab dengan teori, tapi juga aplikasi. Hal tersebut lah yang harus diperhatikan.

Kamis, 28 Juni 2012

Bukan yang ku Mau

Oleh : Ahmad Fauzi Ramdani

Sore ini aku buru-buru pulang karena teringat dengan tugas Makalah kuliahku yang belum ku kerjakan, sedangkan besok tugasnya harus serahkan beserta Persentasinya, Meskipun ini tugas kelompok, tetapi teaman-teman yang lain dikelompoku tidak ada yang bisa ku andalkan, malah teman-teman yang lain beralasan ada acara dulu ke rumah atau keksosan teman mereka masing-masing. Apa boleh buat aku pun terus mengencangkan jalanku karena mengingat jarak kosanku yang cukup jauh dari kampus, aku sengaja mencari tempat yang jauh dari kampus yang ramaian apalagi dengan kemacetan jalan yang sering terjadi didekat kampus yang membuat nafasku seslalu sesak, maklumlah dari kecil aku sudah punya penyakit asma dan saat ini asmaku semakin kronis. Hari aku pulang dengan berjalan kaki karena tadi pagi ku tak menggunakan Motor dikarenakan berangkat bareng dengan teman sekelasku Randy sekalian buat ngirit bensin, pikirku tadinya.

Rabu, 27 Juni 2012

Sepintas Seputar Falatehan.

Oleh : Sigit

Dilandasai dengan teori Snouck Hurgronye, bahwa abad ke-13 Islam sudah ada di Indonesia dan tepatnya di Samudra Pasai. Secara tidak langsung Nusantara telah menjadi salah satu pusat keberadaan masyarakat Islam. Disinyalir bahwa Falatehan dilahirkan di Pasai dari lingkungan yang memang dominan dengan Islam. Pada tahun 1521 M, Pasai berada dalam wilayah kekuasaan Portugis (Van Den Berg, 1951: 387), tetapi di dalam buku sejarah Jawa Barat dikatakan bahwa Portugis yang ketika itu mendatangi Pulau Jawa pada 1513 Masehi sebelumnya sudah menaklukan Pasai (Iskandar, 2001: 265). Dan setelah itu Falatehan berniat untuk memperdalam Islam dengan pergi ke Mekkah melaksanakan rukun Iman yang ke lima.

Mengapa harus UI kalau ada UI-N?

Oleh: Adi Pratama

Pernyataan di atas merupakan sebuah realita dari mahasiswa UIN yang kurang pede jika menyebut almamaternya, kecenderungan ini bisa kita lihat jika kita memperhatikan prilaku mayoritas civitas akademika UIN terutama UIN Sunan Gunung Djati baik itu di dunia maya maupun dalam kehidupan realitas sosialnya.
Kadang mahasiswa UIN suka menyelewengkan nama UIN menjadi UI-N dengan mungkin bermaksud agar dianggap mahasiswa UI. Gejala inilah yang akhirnya membawa mahasiswa UIN kurang simpati dan bersifat apatis terhadap almamaternya sendiri sebagai mahasiswa Universitas Islam Negeri. Padahal jika dibandingkan dengan UI, sudah sangat Jelas bahwa UIN memiliki nilai plus yaitu “islam” dan ini menjadi sebuah identitas kita sebagai muslim dan juga sebagai generasi penerus terciptanya kader-kader yang “Tafaqqohu Fid-din”.

Kenapa Arca dan Candi Kecil?

Oleh : Gugun R Hidayat

Pertanyaan :
Kenapa candi dan arca di Jawa Barat lebih kecil dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur?
Jawaban :

Sebelum membahas mengenai faktor apa saja yang mempengaruhi bentuk candi sehingga terjadi perbedaan antara candi di Jawa Barat dengan candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu